Friday, January 4, 2013

Tempat Liburan sering jadi sarang penyakit aneh

Sumber : www.analisadaily.com

 

SAAT merencanakan liburan, kebanyakan orang hanya fokus pada kegiatan seru dan destinasi menarik sehingga mengenyampingkan kesehatan. Padahal, ada beberapa tempat liburan yang justru menjadi sarang timbulnya penyakit "aneh".

Berdasarkan data yang dimiliki perusahaan asuransi perjalanan AAMI (Association of Medical Instrumentation) menyebutkan kebanyakan penyakit aneh berasal dari sejumlah tempat seperti Venesia di Italia dan Trafalgar Square di London.

Penyakit yang dikenal sebagai "parrot fever" atau secara resmi disebut psittacosis. Penyakit ini menyebabkan gejala flu yang ekstrem dan dapat memicu pneumonia serta penyakit serius lainnya.

Manusia paling sering mengalaminya dari burung yang terinfeksi setelah terhirup bakteri, sekresi bulu, dan kotoran. Selain parrot fever, AAMI juga paling sering menerima keluhan penyakit tidak biasa lainnya termasuk keseleo pergelangan kaki bahkan patah karena menggunakan sepatu bertumit tinggi kala berjalan-jalan di trotoar di kota-kota Eropa.

Beberapa wisatawan juga mengaku terjatuh saat menuruni tangga dan melukai diri sendiri karena mereka menengadah untuk memandang gereja dan bangunan tua sehingga tidak menyadari apa yang ada di depannya.

Namun keluhan yang paling umum masih pencurian bagasi, kehilangan atau kerusakan, pembatalan dan terjebak di suatu tempat karena cuaca buruk. Pihak asuransi juga menerima banyak klaim untuk biaya pengobatan, terutama akibat penyakit pencernaan, flu, dan infeksi saluran kemih.

Asuransi perjalanan, SureSave, menerima satu pelanggan yang mengklaim kacamata hitamnya hilang saat berada di pantai dan tersapu gelombang aneh. Direktur SureSave Michael McAuliffe pernah mendapati seorang pelanggan lain tersandung oleh tasnya sendiri sehingga dia membatalkan perjalanan liburannya. Untuk memperkuat klaimnya, seorang pelanggan lain malah memotret seekor monyet tengah mengambil kacamata hitamnya. (ic/bh)

 

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi

 

 

 

 

 

20 Perusahaan Asuransi Baru ramaikan Industri Asuransi

INILAH.COM, Jakarta - Dalam kurun waktu tahun 2012, Bapepam LK yang kini telah beralih nahkoda di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat telah memberikan izin baru bagi perusahaan perasuransian sebanyak 20 perusahaan.

"Ada 20 perusahaan baru dengan sejumlah bidang usaha seperti pialang asuransi, pialang reasuransi, asuransi jiwa, asuransi jiwa syariah, dan asuransi kerugian," ujar Ketua Bapepam LK, Ngalim Sawega dalam siaran pers akhir tahunnya di Jakarta.

Dan selama periode 1 Januari hingga 26 Desember 2012 itu lah Bapepam LK mencatat ada 854 produk baru yang telah dicatat Biro perasuransian dari perusahaan asuransi jiwa dan umum. Untuk perusahaan asuransi jiwa memproduksi asuransi konvensional sebanyak 478 dan syariah 82 produk.

"Sedangkan asuransi umum memproduksi 263 asuransi konvesnional dan 31 asuransi syariah," ungkapnya.

Selain itu Bapepam LK juga telah memberikan persetujuan pemasaran melalui kerja sama dengan Bank yaitu Bancassurance baik perusahaan asuransi umum maupun jiwa, dengan total jumlah 449 buah. Masing-masing 423 untuk asuransi konvensional, dan 26 asuransi syariah.

Perkembangan industri asuransi ini diharapkan bisa lebih bergairah di bawah naungan OJK ke depan nantinya. Pasalnya berdasarkan hasil analisis Bapepam LK, per kuartal ketiga 2012 aset perusahaan perasuransian konvensional mencapai Rp310.782.316, sedangkan syariah mencapai Rp11.977.528. [mel]

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi

 

 

 

 

 

Modal PT. Asuransi Bosowa Periskop siap di injeksi Rp. 100Milyar

JAKARTA --PT Asuransi Bosowa Periskop, perusahaan asuransi umum milik Bosowa Corporation menargetkan hingga akhir tahun 2013 mampu menambah modal hingga Rp100 miliar

 

"Akan tambah modal mudah-mudahan Rp100 miliar untuk menambah kapasitas," ujar Direktur Pemasaran Bosowa Periskop, Budi Herawan kepada Bisnis di kantornya, Rabu (2/1).

 

Budi menjelaskan penambahan modal tersebut murni akan berasal dari pemegang saham ditambah ekuitas yang ditahan pada 2013. Budi menyatakan belum ada rencana untuk melakukan merger  dalam waktu dekat.

 

Melalui penambahan modal tersebut, lanjutnya, perseroan menargetkan tahun depan bisa mencapai peringkat 15 besar perusahaan asuransi umum terbaik. Saat ini, diakui Budi, Bosowa Periskop masih bertengger di peringkat 40-an.

 

"Intinya kita siap masuk ke medium, mudah-mudahan bisa 15 besar, tapi kembali ke permodalan. Kita mau fight sampai Rp100 miliar modalnya," paparnya.

 

Selain penambahan modal, lanjutnya, Bosowa Periskop juga akan memperkuat dukungan dari sumber daya manusia dan teknologi informasi.  Di samping itu, kata Budi, perseroan juga akan mempersiapkan sistem yang kuat pada internal perusahaan dengan melakukan perbaikan manajemen.

 

Dengan penguatan kapasitas tersebut, kata Budi, Bosowa Periskop akan mulai merambah segmen bisnis korporasi yang selama ini belum digarap maksimal akibat keterbatasan permodalan.

 

“Ketika modal telah cukup dengan ditopang kinerja yang baik, kami akan mulai masuk ke segmen korporasi seperti lini bisnis konstruksi dan engineering,” terangnya.

 

Bosowa Periskop juga akan menggenjot perolehan premi dari captive market hingga 20% dari total premi pada tahun depan. Budi menilai peluang ini sangat terbuka terlebih karena pihaknya telah mendapat ijin dari pemegang saham. Sebelumnya, captive market yakni Bosowa Corporation kurang tergarap karena kapasitas permodalan perseroan masih terbatas untuk menangani proyek-proyek besar.

 

Saat ini posisi modal Bosowa Periskop telah mencapai Rp75 miliar setelah pada akhir tahun 2012 mendapat tambahan modal sebesar Rp 15 miliar. Dengan demikian, perseroan telah memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) bagi perusahaan asuransi yakni sebesar Rp 70 miliar pada akhir 2012.

(Faa)

 

 

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi

 

 

 

 

 

Perbaikan Jembatan Srondol - Tunggu Asuransi

SEMARANG, suaramerdeka.com - Perbaikan jembatan penyeberangan di KM 13 jalan tol Banyumanik yang roboh akibat tersangkut muatan truk trailer masih menunggu klaim asuransi cair.

Ketinggian jembatan yang menghubungakan wilayah dua kelurahan di Kecamatan Banyumanik ini pun nantinya akan ditinggikan dari 4,2 meter menjadi 5,2 meter.

"Pihak asuransi masih proses melengkapi data-data untuk pencairan klaim. Terkait berkas-berkasnya, sudah kami kirimkan ke PT Asuransi Takaful," ujar Kepala Cabang PT Jasa Marga Semarang Sari Purnawarman, saat dihubungi, Rabu (2/1).

Meski tidak ada keharusan, lanjutnya, Jasa Marga mengasuransikan beberapa prasarana termasuk jembatan penyeberangan. Menurut Sari, klaim asuransi jembatan penyeberangan Srondol ini senilai Rp 500 juta. Sedangkan nilai konstruksinya sendiri, mencapai Rp 940 juta. 

Adapun biaya perbaikan yang masih belum tertutupi oleh asuransi nantinya menjadi tanggungan perusahaan pemilik truk trailer. Keputusan tersebut sudah disepakati bersama antara pihak asuransi dan perusahaan pemilik truk trailer tersebut.

"Mekanismenya, pihak asuransi nantinya akan menunjuk kontraktor yang akan melakukan perbaikan," imbuhnya.

Sari menegaskan, ketinggian jembatan penyeberangan 4,2 meter ini sesuai standar yang diatur dalam undang-undang. Meski begitu, untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang kembali maka jembatan tersebut akan ditinggikan menjadi 5.2 meter. 

Standar ketinggian jembatan penyeberangan ini telah disosialisasikan dalam kegiatan Temu Pelanggan Tol. Karena itu, dia meminta pihak Organda agar lebih menyosialisasikan hal itu pada pengemudi kendaraan berat.

Seperti diketahui, jembatan yang ambruk itu menghubungkan kampung Tanjungsari Kelurahan Sumurboto, Kecamatan Banyumanik dan Kelurahan Srondol Kidul, Kecamatan Banyumanik Semarang.

Pembangunan jembatan penyeberangan ini memang dimaksudkan untuk memudahkan warga dari dan menuju dua kampung tersebut.

( Hartatik / CN37 / JBSM )

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi

 

 

 

 

 

Korban BMW maut terima asuransi dalam bentuk tabungan

Sumber : www.merdeka.com

PT Jasa Raharja memberikan asuransi kecelakaan kepada keluarga Harun (57), korban tewas akibat kecelakaan maut di Tol Jagorawi yang melibatkan anak Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rasyid Amirullah Rajasa. Asuransi senilai Rp 25 juta diterima istri korban, Umyanah (42) dan menantu korban, Ivan Hartanto (35).

Kepada istri korban, petugas PT Jasa Raharja langsung memberikan asuransi kecelakaan dalam bentuk tabungan di salah satu bank BUMN. Tabungan tercatat atas nama Umyanah.

"PT Jasa Raharja sesuai misi, membayarkan Rp 25 juta atas kecelakaan yang dialami bapak Harun," kata Kepala Cabang PT Jasa Raharja Banten Triyugara, seusai memberikan asuransi kecelakaan di rumah korban, Jalan Duri Baru gang RR RT 6 RW 6, Jembatan Lima, Jakarta Barat, Rabu (2/1).

Dia menambahkan, sebelumnya PT Jasa Raharja sudah memberikan asuransi kecelakaan kepada korban tewas lainnya, M Raihan (1,4).

Seusai menerima asuransi kecelakaan, Umyanah mengatakan akan menggunakan uang tersebut untuk keperluan diri dan anak-anaknya.

"Untuk keperluan keluarga, anak yang masih sekolah," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, menurut Direktur Utama Jasa Raharja, Budi Setyarso pihaknya telah melakukan survei kepada korban meninggal yang beralamat di Sukabumi dan Tangerang.

"Kecelakaan ini sudah terjamin di UU 33 & 34 tahun 1964, Petugas kami di sukabumi sudah survei kemarin, dan Tangerang juga. Pembayarannya hari ini," ungkap Budi dalam konfrensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (2/1).

Santunan yang akan dibayarkan perusahaan pelat merah tersebut juga berbeda-beda antara korban yang meninggal dunia dan korban yang dirawat di rumah sakit. Untuk korban meninggal, Jasa Raharja akan membayarkan Rp 25 juta.

"Akan dibayar hari ini juga. Santunannya Rp 25 juta untuk yang meninggal. Sedangkan korban dirawat rumah sakit maksimal Rp 10 juta," tutupnya.

[lia]

 

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi

 

 

 

 

 

Wanita dibonceng menyamping, klaim asuransi bisa ditolak loh

Suber : detik Oto

 

Jakarta - Pemerintah Kota (Pemko) Lhokseumawe, Provinsi Aceh siap mengeluarkan peraturan yang melarang bagi perempuan duduk mengangkang saat diboncengi kaum laki-laki di sepeda motor, hanya boleh duduk menyamping. Bila hal ini dilakukan, maka ketika kecelakaan, bisa saja klaim asuransinya ditolak.

Pemko Lhokseumawe berencana hanya memperbolehkan para pembonceng wanita duduk menyamping ketika dibonceng menggunakan sepeda motor. Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) atau DPRD pun siap mendukungnya.

Alasan pemangku kepentingan di Lhokseumawe, perempuan yang duduk mengangkang saat di sepeda motor berefek ketat sehingga membentuk tubuh yang tidak sesuai syariat Islam. Karena itu, perempuan disarankan agar lebih baik duduk menyamping.

Padahal, posisi duduk menyamping untuk wanita yang dibonceng bila dilihat dari sudut keselamatan amatlah tidak aman.

Di India, menurut pendiri dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu bahkan pernah ada klaim asuransi yang ditolak karena masalah ini.

"Ada kasus di India dimana asuransi menggagalkan klaim seorang wanita karena dia duduk salah, menyamping. Karena duduk dalam posisi itu, klaim asuransinya di tolak saat dia kecelakaan. Karena secara prosedur safety yang dibonceng dimana-mana tidak dibenarkan untuk duduk menyamping," jelas Jusri.

Jusri lalu menyarankan agar para pemangku kepentingan di Lhokseumawe juga memikirkan azas keselamatan bagi para wanita itu disamping masalah adat dan syariat Islam.

Negeri yang menganut syariat Islam seperti Malaysia menurutnya juga bisa dijadikan contoh. Disana, meski aturan Islam dijalankan dengan ketat, wanita malah tidak boleh duduk menyamping. "Karena selain syariat, mereka juga memikirkan unsur keamanannya," kata Jusri.

Browser anda tidak mendukung iFrame

 

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi

 

 

 

 

 

Thursday, January 3, 2013

'repair, replace or cash' - disputes about how insurance claims are settled

issue 92

February / March 2011

'repair, replace or cash' – disputes about how insurance claims are settled

We frequently see complaints where an insurer has agreed to settle a claim – but wishes to do so in a way that the policyholder considers inappropriate.
The insurer may, for example, offer to repair a damaged item when the policyholder wants instead to receive a replacement. In other instances, the insurer agrees to a replacement but insists that it is obtained from a specific retailer.

Our selection of case studies illustrates the types of complaints brought to us and the way in which we have resolved them. Our approach to such disputes has not changed over the years – and we outline here the general principles we follow.

Most household policies now provide 'new-for-old' cover but leave it to the insurer (not the policyholder) to decide whether the claim should be settled by repair, replacement, reinstatement or cash settlement. Where a case is referred to us, we consider whether the insurer has exercised this power reasonably, in the circumstances of the individual case.

Where insurers opt for repair, we consider whether they have explained the implications of any choices made by either party. If the repairer is chosen by the insurer – or its agents (such as loss adjusters) – we are likely to conclude that the insurer will be responsible for ensuring any deficiencies in the repair are put right. If the policyholder has insisted that a particular repairer should carry out the work, then we are likely to conclude that the policyholder will be responsible for the quality of that work.

This does not mean that every repairer who has provided a policyholder with an estimate will be regarded as the policyholder's chosen contractor. We have considered complaints where the insurer told the policyholder to obtain estimates and the policyholder sought the loss adjuster's assistance in doing this. In these circumstances, we are likely to conclude that it is the insurer, rather than the policyholder, who is liable for any shortcomings in the work.

Even if the policyholder chose the repairer entirely independently, we are likely to conclude that the insurer is responsible for rectifying deficiencies in the work if it (or its agents) 'controlled' the repairer, for example by requiring the repairer to cut costs or to use certain materials or parts. In those circumstances, the repairer can no longer be regarded as the policyholder's 'agent'.

Where insurers opt for replacement, we consider whether a reasonable replacement can be obtained in the way the insurer has proposed. If, for example, the item concerned is jewellery that is antique or specially-commissioned, then we are likely to conclude that it would be unfair for the insurer to insist on the policyholder buying a modern substitute from a major high-street retailer. In such cases, we usually conclude that policyholders should be allowed to choose where they purchase a replacement and are entitled to a cash settlement (without the deduction of any discount) if they are unable to find an acceptable replacement.

Where a reasonable replacement can be obtained from a high-street retailer, insurers often specify which one – because they have a discount arrangement with that particular retailer. We are likely to conclude that this is reasonable if the consumer lives within easy travelling distance of that retailer – and the retailer can provide a reasonable replacement. Similar issues arise if the insurer offers vouchers that can only be exchanged for goods sold by a particular retailer.

Sometimes, policyholders prefer to have a cash settlement even though there is no practical reason why they could not visit the insurer's preferred retailer – and that retailer is able to provide a reasonable replacement. In such instances we will not usually consider it unreasonable for the insurer to deduct from the cash settlement any discount it would otherwise have obtained from the retailer.

Source : http://www.financial-ombudsman.org.uk/publications/ombudsman-news/92/92-insurance-claims.html

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi